Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, mengatakan pemaknaan “stop impor” adalah tidak ada lagi solar impor yang masuk untuk memenuhi pasar domestik. Konsekuensinya, jika badan usaha pengelola SPBU swasta membutuhkan solar, sumber pasokannya diarahkan dari kilang dalam negeri.
Laode juga menyebut kebijakan tersebut berkaitan dengan kualitas produk solar yang beredar. Ia menyinggung solar dengan cetane number (CN) 48 yang umum dipasarkan di dalam negeri.
Menurutnya, jika Indonesia ingin melangkah lebih jauh misalnya membuka opsi ekspor maka produk kilang perlu ditingkatkan agar memenuhi standar internasional, seperti solar CN 51 yang dinilai lebih mudah diterima di pasar global.
Target penghentian impor solar 2026 ini didorong oleh proyeksi bertambahnya kapasitas produksi dari proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan serta dorongan memperbesar bauran biodiesel.
Dalam forum kabinet pada pertengahan Desember 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan tambahan kapasitas produksi solar dari RDMP Balikpapan menjadi salah satu landasan optimisme pemerintah bahwa kebutuhan domestik dapat dipenuhi tanpa impor.
Di sisi kebijakan energi terbarukan, ESDM juga mendorong akselerasi program mandatori biodiesel B50 (campuran 50% bahan bakar nabati ke dalam solar). ESDM menilai B50 dirancang untuk menutup sisa kebutuhan yang selama ini masih ditambal impor di bawah skema B40, dengan perkiraan impor solar 2025 sekitar 4,9 juta kiloliter atau sekitar 10,58% dari kebutuhan nasional.
Adapun dari sisi jadwal, Laode menyampaikan B50 direncanakan mulai berjalan pada semester II 2026. Artinya, kombinasi tambahan pasokan kilang dan peningkatan porsi biodiesel menjadi dua pilar utama menuju target “nol impor” solar.
Bagi operator SPBU swasta, penegasan ini berpotensi mengubah pola pengadaan solar. Pemerintah sebelumnya masih membahas kuota impor BBM untuk 2026 (mencakup beberapa jenis produk seperti bensin, avtur, dan solar) dan evaluasi kuota dilakukan berdasarkan realisasi penjualan tahun berjalan. Namun, untuk komoditas solar, ESDM kini menekankan arah kebijakannya: pasokan harus diserap dari produksi domestik.
Ke depan, pemerintah dihadapkan pada pekerjaan rumah memastikan kesiapan pasokan kilang dalam negeri, kualitas produk, serta tata kelola distribusi agar transisi menuju “tanpa impor solar” tidak menimbulkan gejolak pasokan di pasar ritel baik di SPBU milik negara maupun jaringan swasta. (krs)