Portalone.net – Membuat paspor seharusnya menjadi proses yang mudah dan transparan di era digital seperti sekarang. Kehadiran aplikasi M-Paspor dari Direktorat Jenderal Imigrasi awalnya disambut baik karena mempermudah masyarakat mendaftar tanpa perlu antre panjang di kantor imigrasi.
Namun, sayangnya, tidak sedikit calon pemohon yang justru mengalami penolakan data saat mendaftar dan yang lebih mengecewakan lagi, uang yang sudah dibayar tidak bisa dikembalikan.
Permasalahan yang Sering Terjadi
Banyak calon pendaftar paspor, terutama yang baru pertama kali menggunakan aplikasi M-Paspor, belum memahami betul setiap pilihan yang muncul dalam formulir. Salah satu jebakan yang paling sering terjadi adalah saat harus memilih antara dua opsi:
-
“Belum pernah memiliki paspor”, atau
-
“Sudah pernah memiliki paspor.”
Bagi sebagian orang, paspor lama yang sudah lama mati dianggap tidak berlaku lagi, sehingga mereka memilih “belum pernah memiliki paspor.” Padahal, secara sistem, data mereka masih tercatat di database imigrasi. Akibatnya, saat data diperiksa di kantor imigrasi, sistem menolak permohonan tersebut, dan status pendaftaran tidak bisa diubah.
Yang lebih menyakitkan, biaya yang sudah dibayar hangus tidak bisa dikembalikan, meskipun kesalahan tersebut hanya karena ketidaktahuan atau kekeliruan kecil saat mengisi data.
Beban yang Tidak Adil bagi Calon Pemohon
Kondisi seperti ini jelas memberatkan masyarakat. Banyak yang harus mendaftar dan membayar ulang hanya karena kesalahan teknis kecil, padahal mereka sudah beritikad baik mengikuti prosedur resmi.
Di sisi lain, aplikasi M-Paspor belum sepenuhnya ramah bagi pengguna awam. Petunjuk dan panduannya sering kali kurang jelas, dan tidak semua orang memahami istilah administratif yang digunakan.
Pemerintah seharusnya menyadari bahwa tidak semua warga memiliki pemahaman digital dan administratif yang sama. Jika sistem dibuat kaku tanpa ruang koreksi atau bantuan, maka masyarakatlah yang akhirnya dirugikan.
Perlu Perhatian dan Solusi dari Pemerintah
Pemerintah, khususnya pihak imigrasi, perlu meninjau ulang mekanisme sistem M-Paspor, terutama terkait dua hal penting:
-
Fitur Koreksi Data.
Harus ada mekanisme yang memungkinkan calon pemohon untuk memperbaiki kesalahan kecil tanpa harus mendaftar ulang dan membayar dua kali. -
Kebijakan Pengembalian Dana (Refund).
Dalam kasus tertentu misalnya jika penolakan terjadi karena kesalahan input minor, sistem error, atau kurangnya kejelasan panduan sebaiknya ada pengecualian agar biaya bisa dikembalikan atau dialihkan ke pendaftaran berikutnya.
Di sisi lain, jika kesalahan memang bersifat fatal, seperti dokumen tidak valid atau data palsu, maka keputusan penolakan memang wajar. Namun tetap perlu ada transparansi dan edukasi agar masyarakat tahu di mana letak kesalahannya dan bagaimana memperbaikinya.
Transformasi digital di bidang imigrasi adalah langkah besar yang patut diapresiasi. Namun, teknologi tidak boleh menjadi penghalang baru bagi masyarakat yang justru ingin patuh pada aturan. Pemerintah perlu lebih manusiawi dan adaptif dalam menanggapi kendala teknis di lapangan, agar sistem M-Paspor benar-benar menjadi solusi, bukan sumber masalah baru.
Karena pada akhirnya, membuat paspor bukan hanya soal dokumen perjalanan, tapi juga cerminan bagaimana negara memperlakukan warganya dalam urusan administrasi publik. (one)







