Menanggapi pernyataan tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui adanya potensi kebocoran di berbagai lini, meski belum merinci titik masalahnya.
Di Istana Negara, Purbaya mengatakan, “…pasti ada yang bocor kan di sana-sini,” seraya menyebut salah satu langkah yang didorong adalah otomatisasi di sektor Bea dan Cukai, termasuk untuk pengawasan komoditas tertentu.
Kritik Hashim: penerimaan negara dinilai belum maksimal
Kritik Hashim disampaikan dalam forum bedah buku di Universitas Indonesia pada 12 Desember 2025. Dalam kesempatan itu, ia menyoroti kinerja penerimaan negara yang disebutnya “parah” dan menyinggung pajak serta bea-cukai sebagai titik lemah utama.
Dalam laporan lain, Hashim juga menyinggung rasio penerimaan negara Indonesia yang disebut masih berada di kisaran 9%–12% terhadap PDB, yang menurutnya menunjukkan ruang perbaikan besar pada tata kelola penerimaan.
Respons Menkeu: dorong otomatisasi, IT, dan AI
Purbaya menyebut usulan otomatisasi di Bea Cukai dapat dipakai, misalnya untuk monitoring produksi rokok agar pengawasan lebih akurat dan berjalan real time. Ia mengaku sudah melihat teknologi yang ditawarkan dan menyebut implementasi tinggal menunggu proses negosiasi harga perangkat.
Di sisi lain, Purbaya juga melaporkan progres pembenahan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui penguatan teknologi informasi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI).
Pemerintah, antara lain, memasang dan menambah scanner di Pelabuhan Tanjung Priok, serta menyiapkan sistem AI untuk membantu verifikasi harga barang dengan pembanding data pasar/marketplace dan menarik pembanding harga ke pusat untuk mengurangi ruang “permainan” di daerah.
Purbaya menargetkan sistem AI DJBC dapat beroperasi penuh pada Maret 2026. Ia juga menyatakan pemerintah memberi waktu sekitar satu tahun bagi perbaikan kinerja, dan menyiapkan opsi langkah tegas bila reform tak menunjukkan hasil. (one)