Portalone.net – Sejumlah warga Sumatera Barat resmi mengajukan citizen lawsuit (CLS) kepada 12 pejabat negara, mulai dari Presiden hingga kepala daerah. Gugatan ini diajukan Tim Advokasi Keadilan Ekologis pada 10 Desember 2025, bertepatan dengan Hari HAM.
Perwakilan tim, Adrizal, menyebut notifikasi CLS tersebut merujuk pada PERMA 1/2023 tentang Gugatan Lingkungan Hidup, yang memberikan batas waktu 60 hari bagi pemerintah untuk merespons. Jika diabaikan, gugatan akan dilanjutkan ke PTUN atas dugaan kelalaian pejabat dalam mencegah dan menangani bencana ekologis.
Gugatan ini muncul setelah rangkaian bencana ekologis melanda Sumbar sejak akhir November 2025. Data BNPB per 10 Desember mencatat:
- 238 orang meninggal
- 93 orang hilang
- 113 luka-luka
- Ribuan rumah dan fasilitas publik rusak, termasuk 216 sekolah, 65 fasilitas kesehatan, dan 205 rumah ibadah
Menurut tim advokasi, respons pemerintah dinilai lambat meskipun publik mendesak agar bencana ditetapkan sebagai bencana nasional.
Bencana berawal dari hujan ekstrem dengan intensitas mencapai 154 mm/hari. Namun, pemetaan GIS LBH Padang menunjukkan banyak titik terdampak berada di kawasan yang mengalami perubahan fungsi lahan, termasuk daerah aliran sungai yang dijadikan permukiman.
Beberapa faktor yang disorot:
- Dugaan illegal logging
- Penambangan tanpa izin
- Aktivitas di kawasan hutan dan cagar alam
- Deforestasi Sumbar tahun 2025 mencapai 28.000 hektare
Lokasi yang mendapat perhatian meliputi Nagari Simanau, Sulik Aie, kawasan wisata Megamendung, hingga Cagar Alam Maninjau.
Melalui gugatan ini, masyarakat meminta pemerintah:
- Mengevaluasi tata kelola ruang dan lingkungan
- Meninjau ulang proses perizinan di kawasan hutan
- Memperkuat penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan
- Meningkatkan koordinasi pusat–daerah dalam mitigasi bencana
Tim advokasi menegaskan bahwa langkah hukum ini bertujuan mendorong pemerintah memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan agar bencana serupa tidak terus berulang. (one)







