Portalone.net – Gelombang desakan agar Patrick Kluivert mundur dari kursi pelatih Timnas Indonesia kian deras setelah kegagalan Garuda menembus Piala Dunia 2026. Dua kekalahan beruntun dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1) di Jeddah pada ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia menjadi puncak kekecewaan publik sepak bola nasional.
Tagar #KluivertOut pun menggema di media sosial, menandakan hilangnya kepercayaan sebagian besar suporter terhadap pelatih asal Belanda itu. Namun, pengamat sepak bola nasional Kesit B. Handoyo mengingatkan agar PSSI tidak bertindak gegabah dalam mengambil keputusan.
“Wajar kalau fan marah dan mendesak Kluivert dipecat. Tapi kita harus kembali ke dasar: apa sebenarnya target yang dibebankan PSSI kepadanya?” ujar Kesit kepada Kompas.com.
Menurutnya, keputusan pemecatan tidak seharusnya diambil hanya berdasarkan hasil akhir. PSSI perlu meninjau kembali isi kontrak dan arah program kerja yang disepakati sejak awal.
“Kalau targetnya memang membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia dan gagal, ya wajar dipecat. Tapi kalau dalam kontrak tidak disebutkan target tersebut, PSSI harus mengevaluasi dulu. Jangan asal memvonis gagal tanpa menelaah ekspektasi yang sudah ditetapkan,” imbuh Kesit.
Kesit menilai transparansi kontrak pelatih penting agar publik memahami apakah keputusan PSSI didasari evaluasi objektif atau sekadar reaksi emosional. Ia juga menyoroti kebiasaan PSSI yang terlalu sering mengganti pelatih, yang justru bisa menghambat progres tim.
“Gonta-ganti pelatih itu tidak bagus. Kita sudah lihat saat Kluivert menggantikan Shin Tae-yong, hasilnya tidak sesuai harapan. Kalau sekarang diganti lagi tanpa rencana matang, ya percuma,” katanya.
PSSI diketahui menunjuk Patrick Kluivert pada Januari lalu dengan label “tim pelatih terbaik”, dibantu asistennya Denny Landzaat dan Alex Pastoor. Namun, belum genap setahun, kinerjanya mulai dipertanyakan usai hasil buruk di kualifikasi.
Meski membuka peluang evaluasi terhadap Kluivert, Kesit menilai pendekatan pelatih asal Belanda masih ideal bagi Timnas Indonesia. Alasannya, banyak pemain Garuda saat ini lahir dari sistem sepak bola Eropa, khususnya Belanda.
“Kalau pelatihnya juga dari Belanda, akan lebih mudah karena filosofi dan pendekatannya nyambung. Pemain pun tidak perlu adaptasi lagi,” ujar Kesit.
Di tengah sorotan terhadap Kluivert, muncul pula spekulasi kembalinya Shin Tae-yong sebagai pelatih Timnas Indonesia. Kesit tidak menutup kemungkinan itu, tetapi ia menilai lebih baik mencari figur baru agar suasana tim tetap segar.
“Kalau CLBK sama Shin Tae-yong boleh-boleh saja, banyak negara juga melakukannya. Tapi menurut saya, daripada muncul konflik lama, lebih baik cari sosok baru agar atmosfer timnas lebih segar,” tutup Kesit B. Handoyo. (one)







