Kembali ke Masa Sederhana, Blackberry Jadi Pilihan Gaya Hidup Gen Z

Blackberry kembali marak di kalangan GenZ.

JAMBI – Di tengah dominasi iPhone dan Android, sebuah fenomena tak terduga muncul di kalangan Gen Z: ponsel lawas Blackberry kembali digemari. Tren ini mencuat di media sosial, khususnya TikTok, dengan tagar #blackberry yang telah digunakan lebih dari 126 ribu kali.

Fenomena ini menunjukkan pergeseran preferensi generasi muda terhadap perangkat yang dianggap “ketinggalan zaman.” Banyak dari mereka kini berburu Blackberry bekas melalui e-commerce, seperti Facebook Marketplace, eBay, dan Black Market, atau bahkan menggali kembali koleksi ponsel lama milik orang tua mereka.

Bacaan Lainnya

Saya sudah muak dengan Apple, saya rela menyerahkan hampir segalanya demi sebuah Blackberry!” tulis salah satu pengguna TikTok dalam unggahannya, yang memperlihatkan dirinya memamerkan keyboard fisik khas Blackberry suara berderitnya disebut cocok untuk konten ASMR.

Alasan utama yang mendorong kembalinya Blackberry adalah harga yang jauh lebih murah dibandingkan iPhone terbaru, yang bisa mencapai puluhan juta rupiah. Namun, lebih dari sekadar ekonomi, ada gerakan sosial yang ikut mendorong tren ini.

Banyak Gen Z yang mulai menyadari dampak negatif kecanduan digital dan mencoba melakukan detoks teknologi. Dengan beralih ke ponsel yang tidak memiliki akses luas ke internet dan aplikasi media sosial, mereka berharap bisa lebih hadir secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

“Smartphone bukan lagi sumber kesenangan,” ujar Pascal Forget, kolumnis teknologi asal Montreal, kepada CBC News. “Sekarang, orang kecanduan. Jadi mereka ingin kembali ke masa-masa sederhana.”

Studi Pew Research Center tahun 2024 mencatat bahwa hampir setengah remaja saat ini online hampir terus-menerus, naik drastis dari hanya 24 persen satu dekade lalu. Sebagian dari mereka bahkan melaporkan mengalami “phantom vibration” merasakan getaran notifikasi palsu dari ponsel mereka.

“Ini menciptakan siklus cemas-buka smartphone-benci diri-sendiri yang berulang,” ujar Charlie Fisher (20), mahasiswa yang kini memilih memakai ponsel lipat sebagai bagian dari gaya hidup baru yang lebih sehat secara mental.

Menurut Fisher, dengan meninggalkan smartphone modern, ia bisa menikmati hal-hal sederhana seperti saat masih kecil melihat dunia tanpa filter layar digital.

Meskipun tren ini mengundang nostalgia, tak bisa dipungkiri bahwa menggunakan Blackberry saat ini memiliki keterbatasan serius. Sejak 4 Januari 2022, sistem operasi Blackberry resmi dimatikan, yang berarti banyak layanan inti ponsel ini tak lagi berfungsi.

Kejatuhan Blackberry sendiri tak lepas dari kegagalan mereka mengantisipasi pesatnya perkembangan iPhone dan Android, yang kini mendominasi pasar global.

Namun bagi Gen Z, Blackberry bukan sekadar perangkat komunikasi ia simbol dari resistensi terhadap hiper-digitalisasi, serta sarana untuk menemukan kembali work-life balance, interaksi sosial nyata, dan waktu berkualitas tanpa gangguan notifikasi. (one)

Print Friendly
Catatan Penting: Tulisan ini dilindungi oleh hak cipta. Dilarang keras mengambil, menyalin, atau menyebarluaskan isi tulisan tanpa persetujuan tertulis dari media atau penulis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *