Wamenkes: Korban Bencana di Sumatera Mulai Krisis Air Bersih, Obat Diare Jadi Kebutuhan Mendesak

Wamenkes Soroti Krisis Air Bersih dan Kebutuhan Obat Diare di Pengungsian.

Portalone.net – Kementerian Kesehatan menyoroti ancaman lanjutan yang kerap muncul setelah bencana: bukan hanya luka dan trauma, tetapi juga persoalan sanitasi. Wakil Menteri Kesehatan RI Benyamin Paulus Octavianus menyebut sejumlah wilayah terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mulai menghadapi keterbatasan air bersih yang berujung pada meningkatnya risiko diare membuat ketersediaan obat diare menjadi salah satu prioritas utama penanganan.

Dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta, Benyamin menjelaskan bahwa fase tanggap darurat perlahan beralih ke fase pemulihan layanan kesehatan dan pencegahan penyakit menular.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, situasi kegawatdaruratan sudah lebih terkendali, namun pekerjaan besar berikutnya adalah memastikan kebutuhan dasar di pengungsian terpenuhi agar penyakit tidak menyebar.

Salah satu titik rawan adalah air bersih. Ketika pasokan terbatas, masyarakat cenderung menggunakan sumber air yang tidak aman untuk minum dan memasak. Kondisi itu, kata Benyamin, dapat memicu gangguan pencernaan dan diare menjadi yang paling cepat muncul di tengah lingkungan pengungsian yang padat.

Baca Juga:  Waspada! Status Gunung Marapi di Sumbar Naik ke Level Siaga

Layanan kesehatan berangsur pulih, tapi ancaman penyakit mengintai

Benyamin memaparkan, fasilitas kesehatan di Aceh mulai kembali beroperasi. Dari total 65 rumah sakit, 62 rumah sakit disebut telah berjalan lagi, sementara beberapa fasilitas lainnya masih terkendala. Di tingkat layanan dasar, dari 305 puskesmas di Aceh, masih ada puluhan yang belum dapat beroperasi karena kerusakan berat.

Di luar Aceh, pemulihan juga dilaporkan berlangsung di Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Kemenkes menempatkan fokus pada ketersediaan layanan, obat-obatan esensial, serta langkah pengendalian penyakit di lokasi terdampak agar fase pascabencana tidak berubah menjadi krisis kesehatan.

Kemenkes sebelumnya juga menyampaikan bahwa peninjauan lapangan dilakukan sejak awal Desember atas arahan Menteri Kesehatan, melanjutkan kerja tim yang sudah berada di lapangan sejak awal kejadian.

Data per 4 Desember 2025 mencatat puluhan rumah sakit dan ratusan puskesmas terdampak, menggambarkan skala gangguan layanan yang harus dipulihkan bertahap.

Kenapa obat diare jadi prioritas?

Di lokasi bencana, diare sering muncul bukan karena satu penyebab, melainkan kombinasi: air minum tidak aman, kurangnya sarana cuci tangan, keterbatasan jamban, serta penyimpanan makanan yang tidak higienis. Dalam situasi seperti itu, kebutuhan paling mendesak biasanya sederhana: air bersih yang cukup dan obat-obatan dasar termasuk obat diare.

Baca Juga:  Pulau Sikuai Surga Tersembunyi di Padang yang Wajib Dikunjungi

Sejumlah laporan dari lapangan juga menggambarkan keluhan kesehatan yang mulai bermunculan pada para penyintas, termasuk gangguan pencernaan dan penyakit kulit, seiring minimnya akses air bersih dan sanitasi.

Langkah Kemenkes: distribusi logistik dan penguatan koordinasi

Pemerintah, melalui Kemenkes, menegaskan prioritas penanganan kesehatan pascabencana saat ini berada pada dua jalur: pemulihan layanan dan pencegahan wabah. Di antaranya melalui pengiriman logistik kesehatan dan obat esensial, serta penempatan perwakilan/tim di titik-titik terdampak untuk mempercepat koordinasi.

Di banyak bencana, kemenangan terbesar justru terjadi ketika penyakit berhasil dicegah sebelum meledak. Karena itu, selain penanganan kasus, kebutuhan air bersih dan edukasi higienitas di pengungsian menjadi kunci agar situasi kesehatan tidak memburuk. (one) 

Print Friendly
Catatan Penting: Tulisan ini dilindungi oleh hak cipta. Dilarang keras mengambil, menyalin, atau menyebarluaskan isi tulisan tanpa persetujuan tertulis dari media atau penulis.

Pos terkait