Portalone.net – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menargetkan pengetatan akses media sosial bagi anak usia 13–16 tahun mulai berlaku efektif pada Maret 2026. Skema pembatasan akan disesuaikan dengan profil risiko tiap platform, dengan fokus utama pada penundaan/pengetatan pembuatan serta penggunaan akun anak di layanan yang dinilai berisiko.
Kebijakan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (dikenal sebagai PP TUNAS), yang memuat ketentuan tata kelola, pengawasan, hingga sanksi administratif bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE) yang melanggar.
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan pemerintah sedang berada dalam masa transisi berkoordinasi dengan platform digital besar agar ketentuan teknis bisa dijalankan sebelum tenggat Maret 2026. Dalam kerangka PP TUNAS, PSE diminta menyiapkan langkah perlindungan anak sejak tahap perancangan layanan (safety by design), termasuk verifikasi usia, pengaturan konten sesuai usia, kontrol orang tua, dan privasi tinggi sebagai setelan bawaan untuk akun anak.
Dalam rincian yang dipublikasikan, PP TUNAS mengatur batasan usia anak dan ketentuan akun berbasis risiko. Untuk kelompok 13 tahun, akun hanya dimungkinkan pada layanan/fitur yang dirancang khusus bagi anak atau berprofil risiko rendah. Sementara usia 13–16 tahun dapat memiliki akun pada layanan berprofil risiko rendah dengan persetujuan orang tua/wali. Adapun usia 16–18 tahun juga diposisikan memerlukan persetujuan orang tua/wali untuk memiliki akun pada layanan/fitur tertentu, sesuai pengaturan yang berlaku di PP TUNAS.
Aturan ini juga memuat larangan praktik yang dinilai membahayakan anak, seperti teknik desain terselubung yang mendorong anak membagikan data berlebihan, pengambilan geolokasi presisi, serta pemrofilan anak untuk tujuan tertentu. Untuk penegakan, PP TUNAS menyiapkan jenjang sanksi administratif terhadap platform mulai dari teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, hingga pemutusan akses bergantung pada tingkat pelanggaran dan dampaknya.
Komdigi menegaskan orientasi kebijakan ini adalah perlindungan, bukan “menghukum” anak sebagai pengguna. Sejumlah pemberitaan menyebut sanksi difokuskan kepada penyedia platform/PSE yang tak memenuhi kewajiban perlindungan anak, bukan kepada anak sebagai individu.
Langkah Indonesia ini muncul di tengah tren global pengetatan akses media sosial bagi anak. Reuters mencatat sejumlah negara mengambil pendekatan berbeda mulai dari pelarangan berdasarkan batas umur hingga skema persetujuan orang tua seiring meningkatnya perhatian pada dampak platform digital terhadap keselamatan dan kesehatan anak. (krs)







